Kamis, 19 Juli 2018

Teruntuk hati yang pernah patah...

entah diksi yang seperti apa harus ku pilih demi memaparkan sebuah rasa. 
entah mulai dari mana rangkaian kata yang terlukiskan dalam problematika tak sederhana.  

aku, bukan siapa - siapa..

hingga kau temui diri ku dalam kalut. 
meronta bak raungan serigala yang tengah terluka.
hancur berhambur dan hilang terinjak langkah para penista.

Aku tetap melangkah walau tertatih dan jatuh tersungkur..
merengkuh cahaya yang bertahun mil jauhnya

Jangan patahkan hatimu hanya karena satu kesulitan yang kau peroleh..
jangan pendam mimpimu ,
hanya karena hempasan ombak yang menerjang tanpa ampun..

sesekali,
pandanglah hamparan samudera yang seolah tak berujung itu,
hingga kau tau dan mampu membuka matamu,
bahwa secercah harapan , ia tetap harapan..
karena Allah Maha Luas..

_Lail_

Jumat, 04 Mei 2018

SAJAK – SAJAK KEHIDUPAN

======================================

Aku tak punya cukup keberanian untuk merangkai sejuta mimpi yang dulu pernah terurai.

Entah kemana kaki ini akan melangkah tuk menemukan kembali jejak jejak seorang pejuang yang terekam dalam memori kehidupan. Bukan tentang sebuah rasa, cinta ataupun luka.

Hanya tentang masa yang setia menanti hingga pada waktunya nanti dan sebuah penerimaan yang kan meraja pada sajak sajak kehidupan.

Bagaimana mungkin, seorang yang terbalut rasa takut itu mampu bangkit dan berjalan kembali meraih setiap asa yang menjadi mimpinya? Sedang mata yang terbelalak dalam alegori kehidupan kini tengah tertutup gelapnya kenyataan.

Aku tetap yakin, semua akan indah pada waktunya

Harapan yang masih tertera pada sebuah perkamen lusuh ditutup pekatnya debu membuatnya semakin usang. Pilu ini takkan selesai jika hanya terangkaikan kata yang tergambar dilema. Tak lelah jari ini jika harus menggoreskan tinta pada kerta kertas putih yang sudah tersimpan begitu lamanya.

Waktu yang akan menghapusnya.

Waktu yang akan membuatnya hilang

Dan waktu yang akan merengkuh derita hingga air mata telah kering.

Hujan,

Telah merekam tragedi demi tragedi yang terkuak dibalik tabir nyata yang menggerogoti fikirnya. Kian lama kian memudar, hingga nanti entah akan terhapus begitu saja atau akan kembali ada dengan bantuan tangan tangan yang sudi melukiskan guratan cerita di dalamnya.

Ahh....... semua begitu kelu untuk ku ungkap satu persatu. Hatiku tak cukup mampu untuk kembali ke masa itu. Terlalu kelam, hingga aku sendiri tak ingin kembali menoleh untuk sekedar mengingatnya.

Mungkin bagimu yang hanya meraba dan menatap iba, semua begitu mudahnya hingga terlontar kata yang tak seharusnya. Kau boleh menjadi diriku jika kau mau.

Aku lelah, tapi bukan berarti aku menyerah. Hati dan jiwa ini hanya butuh jeda didalamnya. Ruang kosong yang dulu ada, kini tengah dipenuhi problema.

Hingga untuk sekedar bernafaspun, aku terengah.

Bukan saatnya perdebatan itu menjadi raja, tentang siapa, bagaimana, dan seperti apakah.

Satu nasehat lama yang selalu menjadi penguat raga,

“ saat kita gagal 1000 kali, maka pastikan kita bangkit 1001 kali “.

Terkadang kita hanya ingin pergi sejenak, bukan untuk lari dari masalah tapi untuk menyisakan lagi ruang hati agar tak terlalu sesak. Agar ia kuat lagi menghadapi tumpukan rasa yang siap datang. Entah rasa apa saja.

Bukankah luka dihati itu tanda bahwa kita sedang belajar??

Kita belajar bagaimana mengobatinya,

Kita belajar membujuknya untuk tak lagi sakit walau masalah menumpuki ruang ruangnya. Kita belajar untuk bernegosiasi dengan apa apa yang siap menyakitinya. Bahwa bagaimanapun keadaan membuat hati terhimpit, kita masih bisa mengajak hati untuk bisa lapang.

 

#semuaakanindahpadawaktunya

Lail

Rabu, 28 Februari 2018

"_Tentang Sebuah Rasa_"


Polemik semburat asa membumbung tinggi hingga cakrawala, menerkam segumpal ego yang kian lama kian menipis. Ku tatap wajahnya kian layu, merenungi pijakan langkah yang beriringan bersama dilema.

"Ahhh......aku tak tau lagi, dan aku menyerah". Ujar batin itu dalam mata yang berbinar.

Sekejap ku temui wajah itu berlarian memburu ombak yang tak jua mampu membersamainya dipesisir. Menanti senja menyapa nya dalam balutan rasa, dan berpamit ketika malam tiba.

Aku hanya seorang pengamat,yang dalam memo nya hanya angin lalu dalam hari yang semakin menyusut.

Perjuangan itu belum berakhir, atau bahkan baru akan dimulai.

Dari matanya terpancar hingar bingar rasa yang menggebu tak beraturan.
Nafasnya terengah, meneriakkan segala gundah namun tetap saja tak ada satupun orang yang mendengar.

Aku, menatapnya lamat-lamat. Mencoba membaca apa yang terpancar dari setiap kata dan semburat wajah sendu bertemakan ingin yang tak menjuru.

Ranting rindu itu mulai muncul, menikam habis senyum yang menggenggam erat sebuah fikir. Ia masih saja sekeras batu, tetap berlari mengejar mentari yang jutaan mil cahaya jauhnya hanya untuk sekedar bertegur sapa.
Sedang pada akhirnya, ku dapati dirinya terkapar tak berdaya, memeluk erat setiap rasa yang hingga sampai detik ini tak berkurang sedikitpun.

Sampai kapan siklus itu akan menjadi kabut dalam hidupnya ?
Yang tengah melukis indah setiap harapan-harapan yang dirangkai, hingga lupa bahwa penghapus itu tak ada padanya.

Peluklah damai setiap kisah yang sudah tertoreh, hingga sbuah prasasti janji kan kau kenang dengan senyum manis yang menghiasi wajah kalut tak berdaya.

Diriku mulai pudar, tertikam habis harapan yang hanya sekedar angan.
Sampai jumpa pada kisah berikutnya, hingga kau dapati Lail yang berbeda.

#Lail

Minggu, 15 Oktober 2017

Lail: rasaku sendu memandang wajah dalam cermin itu layu...

Lail: rasaku sendu memandang wajah dalam cermin itu layu...: rasaku sendu memandang wajah dalam cermin itu layu. air matanya menetes mendekap dirinya tanpa pamit. satu dua kata merengkuhnya dalam duka. 

Ketika satu rasa membungkam jutaan kata dalam rongrongan senja, dan berpadu dengan setiap ayunan kisah yang mengaduh tanpa ampun. kurasa, ia tak sedang mengemis simpati. Hanya saja, satu diantara ribuan yang ada mampu melihat senyum itu terluka. 

Tampias air itu, ia tatap lamat-lamat. dengan pandangan kosong yang berserabutkan catatan-catatan dalam gaungan pena merah. 
Aku menatapnya pasi, duduk memeluk lutut dibawah rerintikan hujan yang menampar habis wajahnya tanpa permisi. ia hanya tengah mencoba mengatupkan luka yang sudah terlanjur menganga. Atau mungkin , ia hanya butuh tanda koma dalam ceritanya. yang membuat jeda pada hati, agar ia tidak lagi sesak. 

Kudapati jeritan hatinya yang teramat dalam. Ia bentangkan layar dan kemudian pergi mengarungi samudera di antah berantah sana. Seolah ingin pergi, dan takkan pernah kembali. 
Sangat disayangkan, kompasnya hilang ditelan dalamnya lautan saat badai menerpa. 

Aku yakin, ia akan baik-baik saja. 
Dan benar, nyatanya ia sampai juga pada daratan dan kembali menorehkan kisah terhebatnya yang takkan pernah hilang ditelan zaman.


Biarlah masa yang kan menghapuskan lukanya. Menata kembali kepingan puzzle yang entah sampai dimana dan seperti apa saat ini. Semangat itu tetap akan menyala, sekecil apapun ia tetap terjaga. 
Sampai jumpa pada kisah selanjutnya, yang mendapati dirinya sudah sekokoh karang ditengah samudera sana.

#Lail
rasaku sendu memandang wajah dalam cermin itu layu. air matanya menetes mendekap dirinya tanpa pamit.
satu dua kata merengkuhnya dalam duka.
rasa itu mendekapnya tanpa permisi, tak bertanya apakah ia siap atau tidak . 
tak bertanya, apakah ia mampu atau tidak .
aku bisa apa ? 
hanya mampu menerka setiap kata yang terucap dalam sisa sisa rasa berbalut nestapa.

langkahnya semakin ragu, 
tawanya hilang tergilas pijakan masa lalu.
hujan itu,
membawanya pergi bersama sejuta kenangan, membawanya menari bersama pahitnya kekecewaan.

ia terus berlari, hingga aku lelah mengikuti.
saat ia berhenti, 
aku menatapnya lamat lamat dalam buliran air yang menetes diantara nafas yang memburu.
ia berhenti pada sebuah persimpangan janji,
janji dimana ia akan kembali,
menanti bayang bayang yang telah pamit pergi .

#Lail

Selasa, 03 Oktober 2017

sajak putih

DIANTARA KERAPUHAN AKU BANGKIT

mungkin selayaknya apa yang banyak kau dengar tentang sebuah kata yang jua di nalar jiwa.
membumbung tinggi bersama awan yang terus berjalan membersamai angin dan harapan.
merengkuh kerapuhan yang menjerat hati dalam gulana yang melanda diri. selaksa kisah yang sekian lama bersemayam dalam diam teruntai dalam tetesan hujan.
....
aku tau, 
jalan ini begitu berliku. namun, seperti merpati yang tengah terluka sayapnya. ia takkan mampu terbang, serendah apapun itu.
rapuh itu menjerat seluruh fikir dan rasaku. terkubur dalam, bersama memori memori kehidupan.
aku berteriak, namun menggema.
aku berlari, namun tak berpindah dari tempat yang semula ku pijaki.
....
semacam mimpi yang terus membayang-bayangi, selalu mengikuti kemanapun aku pergi.
sesempurna doa Sholahudin Al Ayyubi,
"ketika aku meminta kekuatan atas segala ujian ujian, maka Allah berikan tumpukan ujian agar bertambah pula kekuatan itu".
....
aku terdiam, dalam tengah fikir yang menggelora saat itu.
ditengah hujan, aku menepi. mencari akal agar bagaimana caranya aku melewati guyuran hujan, tanpa basah sedikitpun. 
ternyata, semua itu mustahil. bak membangun sebuah kerajaan ditengah lautan.
....
fikirku berkutat masih pada problema yang sama. hingga aku menyerah dan tak ku temukan bagaimana ujungnya . 
untuk apa aku menepi? jika hujan ini takkan pernah berhenti.
satu dua langkah kudatangi, merasakan tetes demi tetes hujan yang mulai membasahi.
tahukah?
tak kurasakan apapun, kecuali ketenangan mulai menyelimuti jiwa yang satu detik lalu masih gelisah. aku tak lagi ingin lari, tapi aku ingin menari.
menari bersama hujan, 
menari menjemput kenangan tanpa air mata tertahan
....

#Lail

Kamis, 09 Februari 2017

Kembali dengan lail yang berbeda

Hujan..
Satu kata yang memiliki banyak makna, memiliki banyak cerita, memiliki banyak kenangan.
Aku tak pernah bosan membagi kisah tentangnya. Tentang hujan yang pernah merantai kuat fikirku. Tentang hujan yang pernah membelenggu jiwaku dalam kenangan masa itu. Tentang hujan yang membagi sebuah senyuman terindah bersama tetesan air yang menyamarkan airmataku.
Aku kembali,
Kembali dengan sejuta kenangan pahit dalam memori masa lalu.
Kembali dengan hujan yang kala itu menahanku untuk tetap bertahan.
Hanya saja, perlahan putaran waktu telah mengubah sajak kepahitan yang pernah ada.
Mengubah sosok yang lemah menjadi sekuat karang.
Lail..
Lail yang dulu takut jika hujan turun,
Lail yang dulu terkurung dengan kisah masa lalunya,
Lail yang dulu tak pernah berhasil melintasi alegori fikirnya.
Selamat tinggal..
Karena lail kini tlah mampu membungkus setiap kenangan dengan senyuman.
Karena lail telah bersahabat dengan hujan.
Hujan yang kala itu membangkitkan setiap kenangan yang telah lama bersemayam.

#Lail